I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keanekaragaman spesies,
ekosistem dan sumberdaya genetik semakin menurun pada tingkat yang membahayakan
akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan tingkat kepunahan spesies di seluruh
dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau beberapa ratus setiap hari.
Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan, terutama kerusakan
habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan keanekaragam hayati, seperti
hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktu dua setengah abad
yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang dari permukaan
bumi.
Hal tersebut disebabkan
oleh aktivitas manusia yang mengarah pada kerusakan habitat maupun pengalihan
fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan karena kita ketahui
keanekaragaman hayati mempunyai peranan penting sebagai penyedia bahan makanan,
obat-obatan dan berbagai komoditi lain penghasil devisa negara, juga berperan
dalam melindungi sumber air, tanah serta berperan sebagai paru-paru dunia dan
menjaga kestabilan lingkungan (Budiman, 2004).
Indonesia memiliki berbagai
macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensif misalnya
agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensif seperti
sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga merupakan salah satu negara
tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke
dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang
penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih, 2004). Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan bahwa potensi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu dikembangkan dan dimanfaatkan
bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai keseimbangan antara perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.
Pohon memegang peranan yang
sangat penting dalam komunitas hutan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan,
baik dalam mencegah erosi, dan menjaga stabilitas iklim global. Pohon-pohon di
pegunungan memiliki kondisi yang khas di mana pohon akan bertambah rendah atau
kecil seiring dengan naiknya ketinggian dan memiliki keanekaragaman jenis yang
bervariasi.Hutan wisata alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban
Julu Kabupaten Toba Samosir, merupakan bagian dari hutan yang ada di Indonesia
yang keberadaannya perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat.
Untuk itu, kiranya perlu dilakukan suatu penelitian analisis vegetasi pohon dan
pendugaan karbon tersimpan yang terdapat di dalamnya.
Kepunahan keanekaragaman
hayati sebagian besar karena ulah manusia. Kepunahan oleh alam, berdasarkan
catatan para ahli hanya sekitar 9% dari seluruh keanekaragaman hayati yang ada
dalam kurun waktu sejuta tahun. Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di
daerah tropis akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju
kepunahan yang terjadi secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti,
2008). Untuk melestarikan keanekaragaman hayati di suatu ekosistem cara yang
paling efektif adalah melestarikan komunitas hayati secara utuh. Bahkan para
Ahli Biologi Konservasi mengatakan konservasi pada tingkat komunitas merupakan
satusatunya cara yang efektif untuk melestarikan spesies. Hal ini terutama
mengingat dalam situasi penangkaran, dan sumber pengetahuan yang kita miliki
hanya dapat menyelamatkan sebagian kecil saja spesies yang ada di bumi
(Widhiastuti, 2008).
B. Tujuan
Untuk Mengetahui komposisi
jenis, peranan, penyebaran dan struktur dari suatu tipe
vegetasi yg diamati.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya
terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam
mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik
diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme
lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
(Irwanto, 2007).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada
tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat
akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor
lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu
berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi adalah suatu
cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur)
vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk
pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis
vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan
indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut.
Untuk mendeskripsikan suatu vegetasi haruslah
dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan
dan tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu terutama yang mungkin
dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponenya. Maupu oleh kombinasi dan struktur
sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gamberan vegetasi secara umum atau
fungsionl.
Analisa vegetasi merupakan suatu kumpulan tumbuh-tumbuhan yang terdiri
dari beberapa jenis (biasanya)berinteraksi satu dengan yang liannya. Vegetasi
hutan dibentuk oleh individu tumbuhan yang beraneka ragam dan memiliki variasi
pada setiap kondisi tertentu.Setiap tipe vegetasi dicirikan oleh setiap
penampangan luar tumbuhan dominanya. Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan
komunitas hutan mempunyai suatu pola yang jelas. Di dalam komunitas hutan,
daun-daun, cabang-cabang dan bagian lain dari bermacam- macam pohon, semak dan
lain-lain tumbuhan membentuk beberapa lapisan.
Analisa vegetasi adalah
cara mempelajari susunan komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi atau
masyarakat tumbuhan. Berbeda dengan inventaris hutan titik beratnya terletak
pada komposisi jenis pohon. .
Dari segi floristis ekologi untuk daerah yang homogen dapat digunakan random
sampling, sedangkan untuk penelitian ekologi lebih tepat digunakan sistematik
sampling, bahkan purposive sampling pun juga dibolehkan.vegetasi rumput sangat
berguna dalam usaha-usaha pengendalian gulma pada khususnya, terutama mengenai
informasi keragaman dan struktur maupun komposisis vegetasi rumput di suatu
asal.
Metode garis merupakan
suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada
vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal
ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek.
Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m.
sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m.
Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis
yang digunakan cukup 1 m (Arief.1994)).
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai
penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan
sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan
ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan
dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat
oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi
diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis
yang disebar (Daniel,1992).
Laju pemanasan di
pegunungan tidak serupa laju pemanasan di dataran rendah. Pantulan panas dari
permukaan bumi lebih kuat digunung oleh karena tekanan udara yang rendah. Laju
penurunan suhu pada umumnya sekitar 0,6o C
setiap penambahan ketinggian sebesar 100 meter, tetapi hal ini berbeda-beda
tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain
sebagainya (Damanik et al, 1992).
Pada umumnya, curah hujan
pada lereng bawah pegunungan itu lebih lebat ketimbang pada lokasi di
sekelilingnya. Penyebab keadaan ini adalah karena udara yang panas dari lokasi
itu menjadi dingin pada waktu dipaksa naik mengikuti lereng pegunungan. Hal ini
menyebabkan penurunan daya tambat air oleh udara, sehingga kelebihan air dalam
udara itu membentuk awan yang menyebabkan hujan. Sampai suatu ketinggian
tertentu terdapat kenaikan curah hujan pada lereng bukit, tetapi di atas
ketinggian itu pengembunan uap air dari udara tidak cukup untuk membentuk
banyak hujan. Sebagai akibat sebaran hujan itu, sering terdapat hutan yang
lebih subur pada ketinggian rendah dan menengah ketimbang pada lokasi yang berbatasan
(Ewusie, 1990).
Banyak tumbuhan di
tempat-tempat tinggi juga memperoleh kelembaban dari tetes-tetes air dari awan
yang menempel pada daun dan batangnya. Karena persentase kejenuhan suatu massa
udara meningkat bila suhu turun, kelembaban hutan di tempat-tempat yang tinggi
relatife tinggi, terutama pada waktu malam (Damanik
et all,1992)
Pohon-pohon menjadi
organisme dominan di hutan tropis, bentuk kehidupan pohon berpengaruh pada
physiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran keseluruhan dari komunitas.
Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah lain mengingat terdapat
ciri-ciri tertentu dan kebiasaan bercabang, dedaunan, buahbuahan dan sistem
akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi lain (Longman dan
Jenik, 1987). Untuk keperluan inventarisasi, pohon dibedakan menjadi stadium seedling,
sapling, pole, dan pohon dewasa. Soerianegara dan Indrawan (1978)
membedakan sebagai berikut:
·
Seedling (semai) yaitu permudaan
mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m.
·
Sapling (pancang, sapihan) yaitu
permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih sampai pohon-pohon muda yang
berdiameter kurang dari 10 cm.
·
Pole (tihang) yaitu pohon-pohon muda
yang berdiameter 10 - 35 cm.
·
Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35
cm yang diukur 1,3 meter dari permukaan tanah.
Sebagian besar hutan alam
di Indonesia termasuk dalam hutan tropika basah Banyak para ahli yang mendiskripsi
hutan tropika basah sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap
dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh.
Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan
tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi,
produktivitas
biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang
memadai dan lain-lain.
Dengan
analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif
komunitas vegetasi dikelompokkan vegetasi, iklim dan tanah berhubungan
erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu
vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi
yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya.
Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
Kerapatan adalah nilai yang
menunjukan jumlah individu dari jenis-jenis yang menjadi anggota suatu
komunitas tuumbuhan dalam luasan tertentu. Sementara itu kerapatan relative
menunjukan persentase individu jenis yang bersangkutan di dalam
komunitasnya. Pernyataan relative ini
diperlukan untuk menghindari kesalaan total dalam pemakaian terhadap suatu
komunitas sebab data yang diperoleh dari analisis itu hanya berdasarka sejumlah
pengukuran beberapa wilayah cotoh, bukan total sensus seluruh populasi.
Kesulitan yang ditemukan dalam
menghitung kerapatan ini adalah :
a.
Banyak
memakan waktu dalam menghitung dan sulit untuk menentukan satuan pada
jenis-jenis yang berumpun dan menjalar.
b.
Harus
dibuat suatu perjanjian untuk jenis-jenis tumbuahn yang berada pada tepi petak
contoh, seperti daun yang berada diluar petak contoh, sedangkan akar dan
batangnya berada di petak contoh.
Frekuensi adalah nilai besaran yang
menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh
dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis
terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan
analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti luas
petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.
Dominansi adalah besaran yang
digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa
luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis
tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam ilmu vegetasi telah
dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat
membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal
ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan
dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan
berbagai kendala yang ada.
Metode intersepsi titik merupakan
suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada
metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar
terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai
titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang
digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi. Metode ini sering dipakai
untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
Metode ini juga merupakan suatu
metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Dalam metode
ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar
terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai
titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini tedapat variable-variabel
yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi(Daniel,1992)
Kerapatan
dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan
ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan
dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat
oleh individu.
Metode ini merupakan salah satu
metode yang tidak memerlukan luas tempat pengambilan contoh atau suatu luas
kuadrat tertentu. Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah
ditentukan di lapang, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan
garis lurus (berupa deretan titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan
titik-titik berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah
kompas). Ada dua macam metode titik, yaitu sebagai berikut (Ewusie,1990):
1.
Point Frame Method. Pada setiap titik dicari jenis-jenis yang tertunjuk/terkena
tusuk. Alat penujuk adalah kawat/paku. Dicatat semua jenis dan
jumlah individunya. Beberapa kali frame diletakkan dan beberapa kali jenis
dikenai, kemudian dicatat. Method ini digunakan untuk rumput dan herba.
2. Point Center/Quarter Method. Prosedurnya
adalah : Di tempat yang akan diteliti ditancapkan jarum/paku yang diatasnya
dipasang kompas. Daerah itu, dengan titik sebagai pusat dibagi 4
bagian (kuadran). Tumbuhan yang diambil datanya (dianalisis)
disetiap kuadran adalah satu pohon (sampling) yang terdekat dengan titik pusat.
Data yang diambil adalah jarak dari pohon ke titik pusat dan diameter pohon
pada ketinggian pohon setinggi dada (1,37 m). Katagori pohon jika memiliki
diameter lebih dari 10 cm dan katagori anakan pohon jika mempunyai diameter 2,5
cm sampai 10 cm (Arief,1994)
III.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada lahan Arboretum Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya Indralaya Selasa April 2013.
B. Alat dan Bahan
Pada praktikum analisis
vegetasi metoda kuadran dan study floristik ini
dibutuhkan alat dan
bahan, yaitu : 1) sebuah komunitas tumbuhan tertentu sebagai objek praktikum (Kelapa Sawit. 2)
tali rafia 3) benang 4) meteran 5) alat tulis 6) perlengkapan pembuatan
herbarium 7) patok tanda pembatas 8) buku-buku identifikasi 9) dll.
C. Cara Kerja
a.
Terhadap tipe-tipe vegetasi yang diamati yang
didalamnya dibuat jalur-jalur transek. Jalur-jalur transek tersebut dimulai
dari titik yang pada dasarnya ditentukan secara acak sistematika atau titik
awal secara acak dan selanjutnya sistematik tetapi tidak didaerah Ekoton.
b.
Jalur-jalur transek tersebut dibagi kedalam
interval-interval. Setiap interval dapat dianggap sepadan dengan unit petak
contoh. Daerah ini dianggap sebagai satuan terkecil analisis vegetasi
c.
Individu yang tersinggung garis transek baik yang
terletak diatas maupun dibawah garis tersebut merupakan jenis yang diamati dan
dicatat datanya.
d.
Data yang tercatat dari masing-masing individu itu adalah
berupa pengukuran panjang transek yang terpotong dan lebar maksimum tajuk
tumbuhan yang diproyeksikan kedalam transek.
e.
Untuk individu yang terukur yang tidak dikenal
dilapangan, maka harus diidentifikasi dilaboratorium. Untuk hal ini harus
diambil contoh herbarium.
f.
Data darei lapangan disajikan kedalam :
· Jumlah individu yang terhitung (N)
· Jumlah panjang transek yang terpotong (I)
· Jumlah banyak interval yang diduduki oleh suatu jenis
terhadap keseluruhan jumlah interval dalam penarikan contoh.
· Jumlah kebalikan dari maksimum lebar penutupan jalur
transek.
IV. PEMBAHASAN DAN HASIL
A.Hasil
Nama/Jenis Tumbuhan
|
å
Tumbuhan di bawah 10 cm
|
å Tumbuhan di atas
10 cm
|
Tinggi Tumbuhan
|
Akasia
|
15
|
30
|
88 cm
|
Senduduk
|
45
|
70
|
80 cm
|
Babandotan
|
60
|
60
|
18 cm
|
Belimbingan
|
30
|
25
|
53 cm
|
Kerapatan
jenis i = Suatu unit penarikan contoh x 0.01
total
panjang transek
Kerapatan Relatif Jenis I
KRi= kerapatan
jenis i x 100%
Jumlah totalsemua jenis ditentukan
Kerapatan jenis akasia = 15 x 0.01 =0,0015
100
Kerapatan jenis Senduduk = 45 x 0.01 =0.0045
100
Kerapatan jenis Babandotan=60 x 0.01 =0,006
100
Kerapatan jenis belimbingan=30 x 0.01 =0,003
100
Kerapatan Relatif Jenis I
Kri(akasia)= 0.0015 x 100% = 0.075
200
Kri(senduduk)= 0.0045 x 100% = 2.25
200
Kri(babandotan)= 0.006 x 100% = 3
200
Kri(babandotan)= 0.003 x 100% = 1,5
200
B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa Metode garis merupakan suatu
metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi
hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini,
apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk
hutan ataupun ekosistem rawa,
biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk
vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1
m (Syafei, 1990).
Adapun hasil dari praktikum garis menyinggung ini didapat
nilai kerapatan jenis tanaman dan nilai kerapatan relatif jenis tanaman ,untuk
tanaman akasia didapat nilai kerapatannya 0.0015 dan kerapatan relatif jenis
nya sebesar 0.075 cm,untuk tanaman senduduk di dapat kerapatan jenis tanaman
yaitu 0,0045 dan kerapatan relatif jenisnya 2,25,untuk tanaman babandotan
didapat kerapatan jenis tanaman 0.06 dengan kerapatan relatif jenisnya 3 cm dan
untuk tanaman belimbingan didapat data kerapatan jenis tanaman 0,003 dengan
kerapatan relatif jenis tanaman 1,5 cm.
Pada metode garis ini,
system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi
yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan
untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah
individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar
panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan
prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu
tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh
berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang
disebar (Rohman, 2001).
Penarikan contoh (sampling) harus menggunakan metode sampling yang tepat,
karena jika tidak hasil yang diperoleh akan bias. Ada beberapa metode sampling
yang biasa dipelajari, yaitu, Metode Plot (Berpetak) Suatu metode yang
berbentuk segi empat atau persegi (kuadrat) ataupun lingkaran. Biasanya
digunakan untuk sampling tumbuhan darat, hewan sessile (menetap) atau bergerak
lambat seperti hewan tanah dan hewan yang meliang. Untuk sampling tumbuhan
terdapat dua cara penerapan metode plot, yaitu
a.
Metode Petak Tunggal, yaitu metode yang hanya satu petak
sampling yangmewakili suatu areal hutan. Biasanya luas minimum ini ditetapkan
dengan dar penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies
lebih 5 % atau 10 %.
b.
Metode Petak Ganda, yaitu pengambilan contoh dilakukan
dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya
secara sistematik). Ukuran berbeda-beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang akan
dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar petak 2 : 1 merupakan alternatif
terbaik daripada bentuk lain.
Metode Transek (Jalur). Untuk vegetasi padang rumput penggunaan metode plot
kurang praktis. Oleh karena itu digunakan metode transek, yang terdiri dari :
Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan, penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut.
Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan, penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut.
a.
Belt Transect, yaitu suatu metode dengan cara mempelajari
perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi.
Transek dibuat memotong garis topografi dari tepi laut ke pedalaman, memotong
sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek 10 – 20 m
dengan jarak antar transek 200 – 1000 m (tergantung intensitas yang
dikehendaki). Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang
digunakan 2 % dan hutan yang luasnya 1.000 Ha atau kurang intensitasnya 10 %.
b.
Strip Sensus, yaitu pada dasarnya sama dengan line
transect hanya saja penerapannya ekologi vertebrata terestrial (daratan).
Metode ini meliputi berjalan sepanjang garis transek dan mencatat
spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang
dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan).
Metode Kuadran pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja
yang menjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk
mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya.
Belimbing
Hutan
Aceratium oppositifolium DC. |
Bandotan
Ageratum conyzoides L.Nama umum |
|
|
Klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Dilleniidae Ordo: Malvales Famili: Elaeocarpaceae Genus: Aceratium Spesies: Aceratium oppositifolium DC. |
Bandotan
Klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Asteridae Ordo: Asterales Famili: Asteraceae Genus: Ageratum Spesies: Ageratum conyzoides L. |
|
|
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah
dilakukan mengenai Analisis Vegetasi Metode Titik
menyinggung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Ditemukan 18 jenis pohon yang termasuk dalam 12 famili
dengan jumlah individu sebanyak 301 individu.
2.
Struktur pohon pada lokasi penelitian didominasi oleh Gordonia
sp.
3.
Komposisi Pohon pada lokasi penelitian didominasi oleh Gordonia
sp
4.
Metoda kuadran adalah salah satu metode yang tidak
menggunakan petak contoh (plotless).
5.
Metoda ini sangat baik untuk menduga komunitas yang
berbentuk pohon dan tihang, contoh vegetasi hutan.
B.
Saran
Diharapkan
dapat mengetahui pengertian tentang analisis vegetasi metoda garis menyinggung
dan cara perlakuannya, diharapkan lebih cekatan dalam praktikum ini. Diharapkan
waktu yang digunakan dalam prakikum ini disesuaikan dengan keadaan mahasiswa
praktikan. Hasil laporan praktikum
lebih dihargi. Diharapkan lebih menggunakan alat dan bahan yang lebih
efisien dan lengkap agar tidak terlalu keluar tenaga.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994. Hutan: Hakikat dan
Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta:
Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Damanik, J.S., J. Anwar., N. Hisyam., A.
Whitten. 1992. Ekologi Ekosistem Sumatera.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Daniel, T.W., J.A. Helms, F.S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip
Silvinatural. Yogyakarta:
Gadjah Mada University
Press
Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika.
Bandung: Penerbit ITB
Hafild & Aniger. 1984. Lingkungan
Hidup di Hutan Hujan Tropika. Cet 1. Jakarta:
Penerbit Sinar Harapan
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan.
Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.
Seminole Hard Rock Hotel & Casino, Hollywood, FL
BalasHapusSeminole Hard 김제 출장안마 Rock Hotel & Casino 나주 출장샵 Hollywood, 출장안마 FL. 56111 Las Vegas Blvd. South, Las Vegas, 삼척 출장샵 NV 89109, US. Phone: (702) 770-7000 Website: www.seminolehardrockhollywood.com. Rating: 4.3 · 안동 출장샵 220 reviews