Rabu, 09 Oktober 2013

laporan ekologi garis singgung


I.             PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik semakin menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan tingkat kepunahan spesies di seluruh dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau beberapa ratus setiap hari. Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan, terutama kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan keanekaragam hayati, seperti hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktu dua setengah abad yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang dari permukaan bumi.
Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengarah pada kerusakan habitat maupun pengalihan fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan karena kita ketahui keanekaragaman hayati mempunyai peranan penting sebagai penyedia bahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lain penghasil devisa negara, juga berperan dalam melindungi sumber air, tanah serta berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga kestabilan lingkungan (Budiman, 2004).
Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih, 2004). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan bahwa potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.
Pohon memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan menjaga stabilitas iklim global. Pohon-pohon di pegunungan memiliki kondisi yang khas di mana pohon akan bertambah rendah atau kecil seiring dengan naiknya ketinggian dan memiliki keanekaragaman jenis yang bervariasi.Hutan wisata alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir, merupakan bagian dari hutan yang ada di Indonesia yang keberadaannya perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat. Untuk itu, kiranya perlu dilakukan suatu penelitian analisis vegetasi pohon dan pendugaan karbon tersimpan yang terdapat di dalamnya.
Kepunahan keanekaragaman hayati sebagian besar karena ulah manusia. Kepunahan oleh alam, berdasarkan catatan para ahli hanya sekitar 9% dari seluruh keanekaragaman hayati yang ada dalam kurun waktu sejuta tahun. Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di daerah tropis akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju kepunahan yang terjadi secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti, 2008). Untuk melestarikan keanekaragaman hayati di suatu ekosistem cara yang paling efektif adalah melestarikan komunitas hayati secara utuh. Bahkan para Ahli Biologi Konservasi mengatakan konservasi pada tingkat komunitas merupakan satusatunya cara yang efektif untuk melestarikan spesies. Hal ini terutama mengingat dalam situasi penangkaran, dan sumber pengetahuan yang kita miliki hanya dapat menyelamatkan sebagian kecil saja spesies yang ada di bumi (Widhiastuti, 2008).

B. Tujuan
            Untuk Mengetahui komposisi jenis, peranan, penyebaran dan struktur dari suatu tipe
vegetasi yg diamati.








II. TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Irwanto, 2007).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut.
            Untuk mendeskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu terutama yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponenya. Maupu oleh kombinasi dan struktur sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gamberan vegetasi secara umum atau fungsionl.
Analisa vegetasi merupakan suatu kumpulan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari beberapa jenis (biasanya)berinteraksi satu dengan yang liannya. Vegetasi hutan dibentuk oleh individu tumbuhan yang beraneka ragam dan memiliki variasi pada setiap kondisi tertentu.Setiap tipe vegetasi dicirikan oleh setiap penampangan luar tumbuhan dominanya. Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan komunitas hutan mempunyai suatu pola yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun-daun, cabang-cabang dan bagian lain dari bermacam- macam pohon, semak dan lain-lain tumbuhan membentuk beberapa lapisan.
            Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi atau masyarakat tumbuhan. Berbeda dengan inventaris hutan titik beratnya terletak pada komposisi jenis pohon. . Dari segi floristis ekologi untuk daerah yang homogen dapat digunakan random sampling, sedangkan untuk penelitian ekologi lebih tepat digunakan sistematik sampling, bahkan purposive sampling pun juga dibolehkan.vegetasi rumput sangat berguna dalam usaha-usaha pengendalian gulma pada khususnya, terutama mengenai informasi keragaman dan struktur maupun komposisis vegetasi rumput di suatu asal.
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Arief.1994)). Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Daniel,1992).
Laju pemanasan di pegunungan tidak serupa laju pemanasan di dataran rendah. Pantulan panas dari permukaan bumi lebih kuat digunung oleh karena tekanan udara yang rendah. Laju penurunan suhu pada umumnya sekitar 0,6o C setiap penambahan ketinggian sebesar 100 meter, tetapi hal ini berbeda-beda tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya (Damanik et al, 1992). 
Pada umumnya, curah hujan pada lereng bawah pegunungan itu lebih lebat ketimbang pada lokasi di sekelilingnya. Penyebab keadaan ini adalah karena udara yang panas dari lokasi itu menjadi dingin pada waktu dipaksa naik mengikuti lereng pegunungan. Hal ini menyebabkan penurunan daya tambat air oleh udara, sehingga kelebihan air dalam udara itu membentuk awan yang menyebabkan hujan. Sampai suatu ketinggian tertentu terdapat kenaikan curah hujan pada lereng bukit, tetapi di atas ketinggian itu pengembunan uap air dari udara tidak cukup untuk membentuk banyak hujan. Sebagai akibat sebaran hujan itu, sering terdapat hutan yang lebih subur pada ketinggian rendah dan menengah ketimbang pada lokasi yang berbatasan (Ewusie, 1990).
Banyak tumbuhan di tempat-tempat tinggi juga memperoleh kelembaban dari tetes-tetes air dari awan yang menempel pada daun dan batangnya. Karena persentase kejenuhan suatu massa udara meningkat bila suhu turun, kelembaban hutan di tempat-tempat yang tinggi relatife tinggi, terutama pada waktu malam (Damanik et all,1992)
Pohon-pohon menjadi organisme dominan di hutan tropis, bentuk kehidupan pohon berpengaruh pada physiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah lain mengingat terdapat ciri-ciri tertentu dan kebiasaan bercabang, dedaunan, buahbuahan dan sistem akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi lain (Longman dan Jenik, 1987). Untuk keperluan inventarisasi, pohon dibedakan menjadi stadium seedling, sapling, pole, dan pohon dewasa. Soerianegara dan Indrawan (1978) membedakan sebagai berikut:

·         Seedling (semai) yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m.
·         Sapling (pancang, sapihan) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih sampai pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm.
·         Pole (tihang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter 10 - 35 cm.
·         Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang diukur 1,3 meter dari permukaan tanah.
            Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan tropika basah Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas
biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain.
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan  vegetasi, iklim dan tanah berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
            Kerapatan adalah nilai yang menunjukan jumlah individu dari jenis-jenis yang menjadi anggota suatu komunitas tuumbuhan dalam luasan tertentu. Sementara itu kerapatan relative menunjukan persentase individu jenis yang bersangkutan di dalam komunitasnya.  Pernyataan relative ini diperlukan untuk menghindari kesalaan total dalam pemakaian terhadap suatu komunitas sebab data yang diperoleh dari analisis itu hanya berdasarka sejumlah pengukuran beberapa wilayah cotoh, bukan total sensus seluruh populasi.
            Kesulitan yang ditemukan dalam menghitung kerapatan ini adalah :
a.      Banyak memakan waktu dalam menghitung dan sulit untuk menentukan satuan pada jenis-jenis yang berumpun dan menjalar.
b.      Harus dibuat suatu perjanjian untuk jenis-jenis tumbuahn yang berada pada tepi petak contoh, seperti daun yang berada diluar petak contoh, sedangkan akar dan batangnya berada di petak contoh.
            Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.
            Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada.
            Metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
            Metode ini juga merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Dalam metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini tedapat variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi(Daniel,1992)
            Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu.
Metode ini merupakan salah satu metode yang tidak memerlukan luas tempat pengambilan contoh atau suatu luas kuadrat tertentu. Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa deretan titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas). Ada dua macam metode titik, yaitu sebagai berikut (Ewusie,1990):
1. Point Frame Method. Pada setiap titik dicari jenis-jenis yang tertunjuk/terkena tusuk. Alat penujuk adalah kawat/paku. Dicatat semua jenis dan jumlah individunya. Beberapa kali frame diletakkan dan beberapa kali jenis dikenai, kemudian dicatat. Method ini digunakan untuk rumput dan herba.
2. Point Center/Quarter Method. Prosedurnya adalah : Di tempat yang akan diteliti ditancapkan jarum/paku yang diatasnya dipasang kompas. Daerah itu, dengan titik sebagai pusat dibagi 4 bagian (kuadran). Tumbuhan yang diambil datanya (dianalisis) disetiap kuadran adalah satu pohon (sampling) yang terdekat dengan titik pusat. Data yang diambil adalah jarak dari pohon ke titik pusat dan diameter pohon pada ketinggian pohon setinggi dada (1,37 m). Katagori pohon jika memiliki diameter lebih dari 10 cm dan katagori anakan pohon jika mempunyai diameter 2,5 cm sampai 10 cm (Arief,1994)

III.    PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.        Waktu dan Tempat
            Praktikum  dilaksanakan pada lahan Arboretum Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya Selasa April 2013.


B.        Alat dan Bahan       
            Pada praktikum analisis vegetasi metoda kuadran dan study floristik ini
dibutuhkan alat dan bahan, yaitu : 1) sebuah komunitas tumbuhan tertentu sebagai objek praktikum (Kelapa Sawit. 2) tali rafia 3) benang 4) meteran  5) alat tulis 6) perlengkapan pembuatan herbarium 7) patok tanda pembatas 8) buku-buku identifikasi 9) dll.


C.       Cara Kerja
a.       Terhadap tipe-tipe vegetasi  yang diamati yang didalamnya dibuat jalur-jalur transek. Jalur-jalur transek tersebut dimulai dari titik yang pada dasarnya ditentukan secara acak sistematika atau titik awal secara acak dan selanjutnya sistematik tetapi tidak didaerah Ekoton.
b.      Jalur-jalur transek tersebut dibagi kedalam interval-interval. Setiap interval dapat dianggap sepadan dengan unit petak contoh. Daerah ini dianggap sebagai satuan terkecil analisis vegetasi
c.       Individu yang tersinggung garis transek baik yang terletak diatas maupun dibawah garis tersebut merupakan jenis yang diamati dan dicatat datanya.
d.      Data yang tercatat dari masing-masing individu itu adalah berupa pengukuran panjang transek yang terpotong dan lebar maksimum tajuk tumbuhan yang diproyeksikan kedalam transek.
e.       Untuk individu yang terukur yang tidak dikenal dilapangan, maka harus diidentifikasi dilaboratorium. Untuk hal ini harus diambil contoh herbarium.
f.       Data darei lapangan  disajikan kedalam :
·         Jumlah individu yang terhitung (N)
·         Jumlah panjang transek yang terpotong (I)
·         Jumlah banyak interval yang diduduki oleh suatu jenis terhadap keseluruhan jumlah interval dalam penarikan contoh.
·         Jumlah kebalikan dari maksimum lebar penutupan jalur transek.

























IV.    PEMBAHASAN DAN HASIL
A.Hasil
Nama/Jenis Tumbuhan
å Tumbuhan di bawah 10 cm
å Tumbuhan di atas
10 cm
Tinggi Tumbuhan
Akasia
15
30
88 cm
Senduduk
45
70
80 cm
Babandotan
60
60
18 cm
Belimbingan
30
25
53 cm
                     
 Kerapatan jenis i = Suatu unit penarikan contoh x 0.01
                                    total panjang transek
Kerapatan  Relatif Jenis I
KRi=  kerapatan jenis i 100%
     Jumlah totalsemua jenis ditentukan

Kerapatan jenis akasia = 15                x 0.01 =0,0015
                                        100
Kerapatan jenis Senduduk = 45                      x 0.01 =0.0045
                                               100
Kerapatan jenis Babandotan=60                     x 0.01 =0,006
                                               100
Kerapatan jenis belimbingan=30                     x 0.01 =0,003
                                               100
Kerapatan  Relatif Jenis I
Kri(akasia)0.0015  100% = 0.075
                        200

Kri(senduduk)0.0045  100% = 2.25
                            200
Kri(babandotan)0.006 100% = 3
                               200
Kri(babandotan)0.003 100% = 1,5
                               200


B.      Pembahasan
               Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan ataupun ekosistem rawa, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
            Adapun hasil dari praktikum garis menyinggung ini didapat nilai kerapatan jenis tanaman dan nilai kerapatan relatif jenis tanaman ,untuk tanaman akasia didapat nilai kerapatannya 0.0015 dan kerapatan relatif jenis nya sebesar 0.075 cm,untuk tanaman senduduk di dapat kerapatan jenis tanaman yaitu 0,0045 dan kerapatan relatif jenisnya 2,25,untuk tanaman babandotan didapat kerapatan jenis tanaman 0.06 dengan kerapatan relatif jenisnya 3 cm dan untuk tanaman belimbingan didapat data kerapatan jenis tanaman 0,003 dengan kerapatan relatif jenis tanaman 1,5 cm.
            Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
               Penarikan contoh (sampling) harus menggunakan metode sampling yang tepat, karena jika tidak hasil yang diperoleh akan bias. Ada beberapa metode sampling yang biasa dipelajari, yaitu, Metode Plot (Berpetak) Suatu metode yang berbentuk segi empat atau persegi (kuadrat) ataupun lingkaran. Biasanya digunakan untuk sampling tumbuhan darat, hewan sessile (menetap) atau bergerak lambat seperti hewan tanah dan hewan yang meliang. Untuk sampling tumbuhan terdapat dua cara penerapan metode plot, yaitu
a.       Metode Petak Tunggal, yaitu metode yang hanya satu petak sampling yangmewakili suatu areal hutan. Biasanya luas minimum ini ditetapkan dengan dar penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih     5 % atau 10 %.
b.      Metode Petak Ganda, yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara sistematik). Ukuran berbeda-beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang akan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar petak 2 : 1 merupakan alternatif terbaik daripada bentuk lain.
            Metode Transek (Jalur). Untuk vegetasi padang rumput penggunaan metode plot kurang praktis. Oleh karena itu digunakan metode transek, yang terdiri dari :
Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan, penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut.
a.       Belt Transect, yaitu suatu metode dengan cara mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Transek dibuat memotong garis topografi dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek 10 – 20 m dengan jarak antar transek 200 – 1000 m (tergantung intensitas yang dikehendaki). Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang digunakan 2 % dan hutan yang luasnya 1.000 Ha atau kurang intensitasnya 10 %.
b.      Strip Sensus, yaitu pada dasarnya sama dengan line transect hanya saja penerapannya ekologi vertebrata terestrial (daratan). Metode ini meliputi berjalan sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan).
            Metode Kuadran pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya.

Belimbing Hutan
Aceratium oppositifolium DC.
Bandotan
Ageratum conyzoides L.
Nama umum


Aceratium oppositifolium

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
     Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
         Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
             Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
                 Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
                     Sub Kelas: Dilleniidae
                         Ordo: Malvales
                             Famili: 
Elaeocarpaceae 
                                 Genus: 
Aceratium
                                     Spesies: Aceratium oppositifolium DC.
Bandotan
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
     Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
         Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
             Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
                 Sub Kelas: Asteridae
                     Ordo: Asterales
                         Famili: 
Asteraceae
                             Genus: 
Ageratum
                                 Spesies: Ageratum conyzoides L.








V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.     Kesimpulan
            Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Vegetasi Metode Titik menyinggung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1.      Ditemukan 18 jenis pohon yang termasuk dalam 12 famili dengan jumlah individu sebanyak 301 individu.
2.      Struktur pohon pada lokasi penelitian didominasi oleh Gordonia sp.
3.      Komposisi Pohon pada lokasi penelitian didominasi oleh Gordonia sp
4.      Metoda kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh (plotless).
5.      Metoda ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contoh vegetasi hutan.

B.      Saran
Diharapkan dapat mengetahui pengertian tentang analisis vegetasi metoda garis menyinggung dan cara perlakuannya, diharapkan lebih cekatan dalam praktikum ini. Diharapkan waktu yang digunakan dalam prakikum ini disesuaikan dengan keadaan mahasiswa praktikan.  Hasil laporan praktikum lebih dihargi. Diharapkan lebih menggunakan alat dan bahan yang lebih efisien dan lengkap agar tidak terlalu keluar tenaga.








DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta:
            Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Damanik, J.S., J. Anwar., N. Hisyam., A. Whitten. 1992. Ekologi Ekosistem Sumatera.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Daniel, T.W., J.A. Helms, F.S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip Silvinatural. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB
Hafild & Aniger. 1984. Lingkungan Hidup di Hutan Hujan Tropika. Cet 1. Jakarta:
Penerbit Sinar Harapan
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.


1 komentar:

  1. Seminole Hard Rock Hotel & Casino, Hollywood, FL
    Seminole Hard 김제 출장안마 Rock Hotel & Casino 나주 출장샵 Hollywood, 출장안마 FL. 56111 Las Vegas Blvd. South, Las Vegas, 삼척 출장샵 NV 89109, US. Phone: (702) 770-7000 Website: www.seminolehardrockhollywood.com. Rating: 4.3 · 안동 출장샵 ‎220 reviews

    BalasHapus